Kampanye anti politik uang usai unjuk rasa dan patroli pengawasan pemilu 2019 di Banda Aceh, Aceh, Jumat 12 April 2019.
Hugua, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di Komisi II DPR, menyerukan legalisasi politik uang pada Pilkada 2024.
Usulan itu disampaikan Hugua saat rapat kerja Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Rabu. ,
“Tidakkah sebaiknya kita mempertimbangkan legalisasi politik uang dalam peraturan KPU dengan batasan-batasan tertentu? Karena politik uang tidak bisa dihindari,” kata Hugua.
Menurut Hugua, politik uang sudah menjadi hal yang lumrah di masyarakat. Oleh karena itu, ia mengusulkan untuk melegalkannya dengan batasan tertentu yang disebut dengan “biaya politik”.
Jadi kalau dalam peraturan KPU ini istilah politik uang diganti dengan biaya politik dan dibahas untuk disahkan, dengan batasan berapa sehingga Bawaslu juga tahu batasan itu harus ditegakkan. Karena kalau tidak disahkan, Kami akan terus bermain petak umpet, dan yang ke depan menang adalah para pedagang,” jelas Hugua.
Lebih lanjut Hugua menegaskan, kontestasi dengan politik uang memberikan dampak negatif, terutama bagi kandidat yang tidak memiliki modal.
“Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Misalnya maksimal Rp 20.000, Rp 50.000, Rp 1.000.000, atau Rp 5.000.000,” pungkas Hugua.
Hugua, mantan Bupati Wakatobi, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada November 2020 untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus proyek fiktif senilai total Rp 209 miliar yang dilakukan perusahaan konstruksi pelat merah Waskita Karya antara tahun 2015 hingga 2019. Hugua diduga menerima dana dari proyek fiktif tersebut.